“Menulislah. Selama engkau tidak menulis maka engkau akan hilang dari dalam masyarakat dan dari pusaran sejarah.” (Pramoedya Ananta Toer). NAMUN, pada kenyataannya tidak semua orang dapat menjadi penulis. Mitos tidak berbakat sebagai penulis selalu menjadi alasan bagi mereka untuk tidak mencoba menulis. Benarkah menulis butuh bakat alamiah seperti diyakini oleh banyak orang? Pertanyaan itu selalu mengusik bagi siapa saja yang berniat untuk menekuni dunia penulisan. Menulis bagi sebagian orang merupakan pekerjaan yang sulit apabila tidak memiliki bakat dan talenta dalam bidang tersebut. Para calon penulis akhirnya banyak yang mengubur keinginan menjadi penulis karena merasa tidak berbakat menulis. Di sisi lain, ada orang yang menjadikan menulis sebagai sebuah profesi dan ajang penyaluran hobi yang menyenangkan dan tidak perlu ditakuti. Bagi mereka bakat bukanlah satu-satunya faktor yang membuat seorang menjadi piawai menulis. Tapi, keberanian untuk mencoba dan kemauan agar bisa menulis lebih memiliki peranan penting daripada bakat itu sendiri. Bagi mereka bakat hanya memiliki peranan 1% saja dalam proses kreatif ketika menghasilkan sebuah karya. Tapi kemauan dan kerja keras yang diimbangi dengan latihan tanpa mengenal putus asa merupakan modal awal yang sangat menentukan. Kendala yang paling besar dalam proses kreatif adalah mengalahkan perasaan dalam diri sendiri. Anggapan bahwa kita tidak bisa menulis karena tidak memiliki bakat seringkali menjadi penghambat untuk menggoreskan sebuah tulisan di atas selembar kertas atau di layar komputer. Jika seorang calon penulis telah berhasil menanamkan sikap positif dan kemauan yang kuat untuk terus menulis, maka kemungkinan besar ia akan dapat menghasilkan sebuah karya. Buku ini menyangkal bahwa kreativitas menulis seseorang bergantung pada bakat alami yang dimiliki sejak lahir. Tidak ada orang yang dilahirkan untuk menjadi seorang penulis. Karena menulis adalah proses kreatif yang harus dipelajari dan terus dikembangkan. Menulis adalah sebuah pilihan dari sekian banyak keterampilan yang ada. Sama seperti keterampilan: menyanyi, berenang, menari, melukis dan keterampilan lainnya. Jadi, tidak ada istilah keberuntungan karena telah memiliki bakat alamiah seperti banyak disalah-pahami orang. Tapi ada elemen penting dalam proses kreatif menulis yang dapat dipelajari. Menulis adalah sebuah seni yang dapat dipelajari dan ditularkan kepada setiap orang. Menulis akan menjadi mudah jika memahami dan menguasai keterampilan dalam menulis. A.S. Laksana dalam buku ini berusaha untuk mengatakan bahwa menulis itu mudah dan bisa dilakukan oleh siapa saja. Hal terpenting yang perlu dilakukan adalah upaya mendekatkan isi pikiran dengan tangan, sebab, “apa yang ditulis oleh tangan anda adalah langkah pertama yang akan mewujudkan apa yang ada dalam kepala anda,” (halaman 3). Metode menulis dalam buku ini merupakan materi yang telah dipraktikkan A.S. Laksana dalam mengajar kelas menulis di Jakarta School. Yaitu sebuah keterampilan dalam menulis cerpen dan novel yang dikemas dengan cukup menarik dan komunikatif. Keterampilan yang sangat berharga, karena tidak pernah diajarkan di sekolah-sekolah pada umumnya. Padahal sangat membantu bagi siapa saja yang berkeinginan untuk menjadi seorang penulis. Buku ini ditulis oleh orang yang berkompeten di bidangnya. A.S. Laksana adalah salah seorang sastrawan Indonesia terkemuka pada saat ini. Bahkan kumpulan cerita pendeknya Bidadari yang Membara mendapat predikat karya sastra terbaik 2004 versi majalah Tempo, dan oleh majalah yang sama ia dipilih sebagai sastrawan terbaik 2004. Dengan membaca buku ini tidak ada alasan untuk mengatakan tidak bisa menulis. Karena menjadi penulis ternyata tidak harus berbakat alamiah. Menulis adalah menyampaikan isi pikiran melalui tangan yang akan menjadi sebuah karya tulis. Siapa saja bisa menulis, meski tanpa memiliki bakat dan tidak dilahirkan dari keluarga penulis berbakat, karena menulis adalah sebuah keterampilan yang dapat dipelajari. q-k *) Herma Yulis, Pencinta Buku, Tinggal di Yogyakarta. Dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakata, Minggu, 23 April 2006, Rubrikasi - Bedah Buku. |