Judul: Momoye Mereka Memanggilku
Penulis: Eka Hindra & Koici Kimura
Penerbit: Esensi (Erlangga Group),Jakarta
Cetakan: Pertama, 2007
Tebal: x+314 halaman
Penulis: Eka Hindra & Koici Kimura
Penerbit: Esensi (Erlangga Group),
Cetakan: Pertama, 2007
Tebal: x+314 halaman
KECAMUK perang di Asia Pasifik (1942-1945) menjadi masa paling mengenaskan bagi para perempuan di negara-negara yang dikuasai militer Jepang. Termasuk para perempuan di
Keganasan perang telah menyeret mereka ke dalam kubangan derita. Hak asasi mereka sebagai manusia diinjak-injak oleh kepongahan dan kekejaman. Mereka diculik, dibujuk, ditipu, dan kemudian dijerumuskan ke dalam lingkaran perbudakan seks tentara Jepang yang dikenal dengan istilah jugun ianfu.
Mereka tidak hanya dipaksa melayani nafsu seksual militer, namun juga kebutuhan seksual para pekerja sipil Jepang. Diperkirakan paling sedikit 200.000 perempuan dari Korea Selatan, Korea Utara, Cina, Belanda, dan Indonesia mengalami masa kelam yang sangat menyedihkan itu.
Meski perang telah lama berlalu, namun perasaan malu dan terkucilkan harus ditanggung perempuan-perempuan itu seumur hidup. Saat ini, sejumlah mantan jugun ianfu yang tersebar di berbagai daerah di
Buku ini berisi kisah perjuangan hidup Mardiyem, salah seorang saksi sejarah dan mantan jugun ianfu yang ditempatkan di kamp perkosaan Telawang, Kalimatan Selatan. Mardiyem lahir di
Ke Borneo
Namun keberangkatan Mardiyem ke
Jika ada para jugun ianfu yang menolak melayani tentara Jepang mereka akan mendapat siksaan fisik berupa pukulan dan tendangan. Seperti pengalaman Mardiyem ketika menolak melayani Cikada, pengelola Asrama Telawang. Mardiyem mendapat pukulan dan tendangan bertubi-tubi, sehingga pingsan hampir enam jam. Padahal waktu itu Mardiyem baru saja mengalami aborsi paksa saat usia kandungannya berumur
Pada 1945 tentara Sekutu menyerang Telawang. Bom berjatuhan di sekitar asrama tempat Mardiyem disekap. Semua penghuni kocar-kacir mencari selamat. Adapun tentara Jepang menghilang entah ke mana. Mardiyem memanfaatkan kesempatan itu untuk menyelamatkan diri dan mengungsi bersama beberapa orang temannya ke
Lebih dari setengah abad lamanya Mardiyem menyimpan rapat kisah hidup yang mengerikan itu. Baru pada 1993 Mardiyem memutuskan mengungkap semua kisah yang selalu menghantui hidupnya itu. Ia memulai perjuangannya dengan bantuan LBH Yogyakarta dan berbagai pihak yang bergerak di bidang ini. Ia menuntut keadilan bagi dirinya dan teman-teman senasib. Mardiyem terus bersuara di berbagai pertemuan nasional dan internasional mewakili teman-temannya yang masih hidup dan sudah meninggal. Ia menuntut pemerintah Jepang bertanggung jawab secara hukum yang bersifat resmi kenegaraan karena telah menyelenggarakan sistem perbudakan seksual, dan menuntut pemerintah Jepang untuk memasukkan masalah jugun ianfu ke dalam sejarah Jepang agar diketahui oleh generasi muda.
Lebih Berat
Namun demikian, perjuangan jugun ianfu
Pemerintah
(Herma Yulis/35)
Dimuat di Suara Merdeka, Minggu, 13 Agustus 2007